- Penerapan Metode Mengajar
Metode adalah suatu cara kerja yang sistematika dan umum, yang berfungsi sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Metode yang baik, makin efektif pula
pencapaiannya, tetapi tidak ada satupun metode yang dilakukan paling
baik atau dapat dipergunakan bagi semua macam usaha pencapaian tujuan
(Rohani, 1991:111). Metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang
kurang baik itu dapat terjadi karena kurang persiapan dan kurang
menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut dalam menyajikannya
tidak jelas atau sikap guru atau siswa terhadap mata pelajaran itu
sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap mata pelajaran
atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar (Slamento, 2003:65).
- Proses Belajar Mengajar
Keseluruhan
proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar merupakan kegiatan yang
paling pokok. Berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang
dialami oleh siswa sebagai anak didik (Slamento, 2003:1). Jika terjadi
proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar, bila ada
yang belajar, maka sudah barang tentu ada yang mengajarinya, dan begitu
sebaliknya.
Sudah
terjadi suatu proses atau saling berinteraksi, antara yang mengajar
dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik,
sebab secara sengaja atau tidak sengaja, masing-masing pihak berada
dalam suasana belajar. Hasil dari proses belajar mengajar (PBM) disebut
hasil pengajaran atau hasil belajar, dan agar memperoleh hasil yang
optimal, maka proses belajar mengajar harus dilakukan dengan sadar dan
sengaja serta terorganisasi secara baik (Sadirman, 2001:19).
- Model Pembelajaran
Arends
(1997) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau suatu pola yang digunakan yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan
kelas (Ibrahim et al, 2000:2).
Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengoganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas
belajar mengajar (Trianto, 2007:7). Merujuk pada definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran memberikan kerangka konseptual
yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Fungsi
model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan
para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh sifat materi yang akan diajarkan, tujuan yang
akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan
peserta didik. Beberapa macam model pembelajaran yang sering digunakan guru dalam mengajar yaitu: pengajaran langsung (direct instruction), pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah (problem base instruction), dan diskusi.
- Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh
struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang belajar
dalam kondisi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki
untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Penerapan pembelajaran
kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain
untuk mencapai suatu penghargaan bersama (Ibrahim dkk, 2000:5-6). Ini
berarti ada penggeseran peran guru yang sentral menuju peran guru yang
mengelola aktivitas belajar siswa melalui kerja sama kelompok di kelas
(Ibrahim et all, 2000:6-7). Ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu:
- Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,
- Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah,
- Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda,
- Penghargaan lebih berorientasi ketimbang individu,
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting (Ibrahim et all, 2000:7-9), yaitu:
- Hasil belajar akademik, pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik,
- Penerimaan terhadap perbedaan individu,
- Model kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang,
- Pengembangan keterampilan sosial,
- Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Model
pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama yang dimulai dengan
langkah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
untuk belajar hingga diakhiri dengan langkah memberi penghargaan
terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif dari awal hingga akhir disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Aktivitas/Kegitan Guru
|
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
|
Fase 2
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
|
Fase 3
Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien
|
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
|
Fase 5
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
|
Fase 6
Memberikan penghargaan
|
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok
|
Sumber: Ibrahim et all (2000: 10)
- Model Pembelajaran Kooperfatif tipe Numbered Head Together
Numbered Head Together (NHT) merupakan
suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Kagen (1993) untuk melibatkan
banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran
dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim at all,
2000:28). Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa
belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh
penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur
yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan
ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial
(Ibrahim at all, 2000:25).
Numbered Head Together dikembangkan
oleh Spencer Kagen dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa
pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti
pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur
empat langkah sebagai berikut:
- Langkah 1, penomoran (numbering): guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda,
- Langkah 2, pengajuan pertanyaan: guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum,
- Langkah 3, berpikir bersama (Head Together): para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut,
- Langkah 4, pemberian jawaban: guru menyebutkan suatu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas (Ibrahim et all, 2000: 28).
- Manfaat Pembejaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif sebagai sebuah pola atau rancangan yang disebut strategi
pembelajaran, maka model pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaannya
dikelas memiliki manfaat sebagaimana dijelaskan oleh Ibrahim at all. (2000:18-19), yakni:
- Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas,
- Rasa harga diri menjadi lebih tinggi,
- Angka putus sekolah menjuadi rendah,
- Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar,
- Memperbaiki kehadiran,
- Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil,
- Konflik antar pribadi berkurang,
- Sikap apatis berkurang,
- Pemahaman yang lebih mendalam,
- Motivasi lebih besar,
- Hasil belajar lebih tinggi, dan
- Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
- Pemberian Nilai dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif guru harus berhati-hati dalam cara menilai yang ditetapkan
diluar sistem penilaian. Konsisten dengan konsep struktur penghargaan
kooperatif penting bagi guru untuk menghargai hasil kelompok. Tugas
penilaian ganda ini dapat menyulitkan nilai individu untuk suatu nilai
kelompok (Ibrahim et all, 2000:58).
- Hasil Belajar
Taksonomi
Bloom membagi hasil belajar atas tiga ranah, yaitu kognitif, afektif
dan psikomotor. Ranah kognitif berhubungan dengan berpikir, ranah
afektif berhubungan dengan kemampuan perasaan, sikap dan kepribadian,
sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan persoalan keterampilan
motorik yang dikendalikan oleh kematangan psikologis (Hasan et all, 1991:23-27).
- Ranah Kognitif
Ranah kognitif berhubungan
dengan kemampuan berpikir dikenal ada 5 jenjang ranah kognitif.
Berdasarkan urutan dari yang terendah ke yang tertinggi, kelima jenjang
tersebut, adalah:
- Pengetahuan
Pengetahuan
adalah kemampuan manusia dalam mengingat semua jenis informasi yang
diterimanya. Informasi tersebut dapat saja berbentuk data, istilah,
definisi, fakta, teori, pendapat, prosedur kerja, tata tertib, hukum,
generalisasi, klasifikasi, kriteria, metodologi, abstraksi, dan
penjelasan.
- Pemahaman
Pemahaman
adalah jenjang kognitif kedua. Tingkat pemahaman ada tiga kemampuan
pokok yang merupakan indikator pemahaman terhadap informasi yang
diterima. Ketiga kemampuan tersebut dianggap sebagai subkategori
pemahaman. Ketiganya adalah kemampuan, menerjemahkan, menafsirkan, dan ekstrapolasi berdasarkan urutan tingkatannya.
- Aplikasi
Aplikasi
adalah kemampuan menggunakan sesuatu dalam situasi tertentu yang bukan
merupakan pengulangan. Analisis adalah kemampuan untuk melakukan
pengolahan informasi lebih lanjut. Pengetahuan analisis yang tertinggi
adalah kemampuan menemukan prinsip atau dasar organisasi dengan
informasi yang dikaji.
- Sintesis
Kemampuan sintesis secara umum dapat dikatakan bahwa kemampuan ini baru
terjadi apabila kita menghadapi informasi yang berbeda-beda.
- Evaluasi
Evaluasi
adalah kemampuan tertinggi dalam ranah kognitif, untuk sampai kepada
kemampuan evaluasi semua kemampuan yang ada di bawahnya harus dikuasai.
Orang tak mungkin melakukan evaluasi apabila tidak memiliki pengetahuan
dan pemahaman tentang apa yang akan dievaluasi serta bagaimana melakukan
evaluasi, tentang prosedur yang harus dilakukan, melihat keunggulan dan
kelemahan suatu program berdasarkan informasi yang ada, juga melihat
orisinalitas sesuatu yang akan dievaluasi.
- Analisis
Analisis adalah kemampuan
untuk melakukan pengolahan informasimlebih lanjut. Pegetahuan analisis
yang tertinggi merupakan kemampuan melakukan prinsip atau dasar
organisasi dengan informasi yang dikaji.
- Ranah Afektif
Ranah
afektif berhubungan dengan minat, perhatian, sikap, emosi, penghargaan,
proses, internalisasi, dan pembentukan karakteristik diri. Krathwohl,
dkk. (1964) membagi ranah afektif dalam 5 jenjang. Kelima jenjang
tersebut, adalah:
- Penerimaan (receiving)
Jenjang ini adalah pembuka alat indera seseorang terhadap dunia luar. Ada tiga proses untuk jenjang penerimaan ini, pertama
adanya kesadaran tentang apa yang sedang terjadi kita sadar adanya
sejawat yang datang, orang berbicara, acara televisi, dan sebagainya. Kedua adalah kesediaan menerima apa yang terjadi tersebut sebagai stimulus. Ketiga adalah kemauan kita untuk mengontrol atau memilih stimulus mana yang akan kita perhatikan lebih lanjut.
- Penanggapan (responding)
Penanggapan
adalah jenjang kedua dan lebih tinggi dari jenjang penerimaan.
Penanggapan ini yang ditekankan adalah keinginan yang bersangkutan dan
bukan sesuatu yang dirasakan sebagai suatu kewajiban yang harus
dilakukan.
- Penghargaan (valuing)
Penghargaan
adalah jenjang ketiga. Jenjang ini aktivitas efektif lebih tinggi dari
jenjang pemberian penanggapan. Kalau dalam jenjang penanggapan orang
yang melakukannya baru menunjukkan rasa senang dan gembira dapat
memberikan penanggapan, dalam jenjang penghargaan ini sudah sampai pada
rasa keterikatan atau memiliki terhadap suatu stimulus. Jenjang
penghargaan terbagi atas tiga kategori pula yaitu penerimaan suatu
nilai, kecenderungan (preferensi) akan suatu nilai, dan keterikatan (commitment) akan suatu nilai tertentu.
- Pengorganisasian (organization)
Pengorganisasian
adalah jenjang keempat. Pengorganisasian terjadi apabila seseorang
berada dalam situasi dimana terdapat lebih dari satu nilai atau sikap.
Kesamaan antara pengorganisasian dengan sintetis dalam kognitif.
Keduanya berhubungan dengan berbagai jenis dan kelompok stimulus.
Perbedaannya, dalam sintetis hasil dari proses yang diperhatikan dan
dianggap sebagai hasil kemampuan intelektua, afektif hal yang diutamakan
adalah proses dan kecenderungan yang diperhatikan dalam berhubungan
dengan stimulus.
- Penjatidirian (characterization)
Penjatidirian
adalah jenjang tertinggi afektif. Jenjang ini nilai dan sikap sudah
menjadi milik seseorang. Jadi, nilai dan sikap bukan saja diterima,
disenangi, dihargai, digunakan dalam kehidupan, serta diorganisasikan
dengan nilai dan sikap lainnya, tetapi sudah mendarah daging pada
dirinya.
- Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan kemampuan gerak atau manipulasi yang bukan disebabkan oleh kematangan biologis. Pengembangan
ranah ini justru kemudian dilanjutkan oleh orang yang bukan masuk dalam
kelompok kerja Bloom. Pertama mengembangkan ranah ini adalah Simpson
(1966) memberikan tujuh jenjang psikomotor yang bersifat hierarkis yaitu
persepsi, kesiapan, penanggapan terpimpin, mekanistik, penanggapan yang
bersifat kompleks, adaptasi, dan originalitas.
Harrow (1972) mengembangkan pula ranah psikomotor ini dengan enam jenjang.
Jenjang yang juga telah dikemukakan oleh Simpson. Keenam jenjang
Simpson ialah gerakan refleks, gerakan badan yang mendasar, kemampuan
persepsi, kemampuan fisik, keterampilan gerakan dan komunikasi yang
beraturan (nondiscursive). Kelemahan
utama dari klasifikasi Harrow, terutama mengenai jenjang pertama dan
kedua. Kedua jenjang ini jelas menunjukkan adanya pengaruh kematangan
biologis dan fisik sebagai faktor utama yang menyebabkan perubahan.
- Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi
artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah
asssment
yang menurut Tardif et al (1989), berarti proses penilaian untuk
menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Selain kata evaluasi dan asssment
ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyur dalam dunia
pendidikan kita yakni tes, ujian, dan ulangan (Syah, 2008:197).
Roestiyah
dalam Djamarah dan Zain (2006:20) berpendapat bahwa evaluasi adalah
kegiatan mengumpilkan seluas-seluasnya, sedalam-dalamnya yang
berhubungan dengan kapabilitas siswa yang dapat mendorong dan
mengembangkan kemampuan belajar. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun
2003 Pasal 58 ayat 1 menyatakan evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar
pesrta didik secara berkesinambungan. Dengan demikian, maka evaluasi
belajar harus dilakukan guru secara kontinyu, bukan hanya pada
musim-musim ulangan terjadal atau ujian semata. Syah (2008:198-199)
mengemukakan bahwa tujuan evaluasi adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu,
- Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan sisa dalam belajar,
- Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar,
- Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya untuk keperluan belajar,
- Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar (PBM).
Evaluasi hasil belajar berfungsi melaksanakan ketentuan konstitusional yang termaktub dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor
20 Tahun 2003 Pasal 57 ayat 1 menyatakan evaluasi pendidikan dilakukan
dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Syah (2008:200) menyebutkan fungsi evaluasi ada lima,
yaitu:
- Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku rapor,
- Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan,
- Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan remedial teaching (pengajaran perbaikan),
- Sebagai sumber data bimbingan dan penyuluhan (BP) yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP),
- Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode, dan alat-alat untuk proses belajar mengajar.
Evaluasi hasil
belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan, oleh karena
itu ragamnya pun banyak mulai dari sederhana sampai yang paling kompleks
(Syah, 2008:200).
- Pre-test dan Post- test
Kegiatan pre-test
dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi
baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa
mengenai bahan yang akan disajikan (Syah, 2008:201). Fungsi pre-test (Mulyasa, 2004:100) adalah sebagai berikut:
- Menyiapkan siswa dalam proses pembelajaran, karena dengan pre-test maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus dikerjakan,
- Mengetahui tingkat kemajuan siswa sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dan post-test,
- Mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki siswa mengenai materi yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran,
- Mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai siswa dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
Post-test
adalah kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir
penyajian materi. Tujuan adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa
atas materi yang telah diajarkan (Syah, 2008:201-202). Fungsinya adalah
untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah
diajarkan, jika hasil post-test dibandingkan dengan hasil pre-test,
akan dapat diketahui seberapa jauh pengaruh dari pembelajaran yang
telah diberikan dan dapat pula diketahui bagian-bagian mana dari
penyajian materi yang belum dipahami siswa (Ibrahim dan Syaodih,
1996:131)
- Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre-test.
Evaluasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi penguasaan sisa atas
materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan (Syah,
2008:202).
- Evaluasi Diagnostik
Evaluasi
ini dilakukan setelah penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan
mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa.
Instrumen evaluasi jenis ini dititik beratkan pada bahasan tertentu yang
dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan (Syah, 2008:202).
- Evaluasi Formatif
Syah (2008:202)
mengemukakan bahwa evaluasi jenis ini dapat dipandang sebagai “ulangan”
yang dilakukan pada setiap penyajian satuan pelajaran atau modul.
Tujuannya adalah memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi
diagnostik, yakni untuk mendiagnosisi (mengetahui penyakit/kesulitan)
kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis tersebut digunakan sebagai
bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
- Evaluasi Sumatif
Ragam
penilaian sumatif dapat dianggap sebagai “ulangan umum” yang dilakukan
untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir
periode pelaksanaan program pengajaran (Syah, 2008:203). Ragam alat
evaluasi terdiri atas dua macam bentuk (Syah, 2008:203-209) yaitu:
- Bentuk Objektif
Bentuk ini merupakan tes yang dapat diberi skor nilai secara lugas
(seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya. Evaluasi bentuk
obyektif ini ada lima macam tes, yaitu:
- Tes benar salah, yaitu tes yang paling sederhana. Soal-soal dalam tes ini berbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yakni “B” jika pernyataan tersebut benar dan “S” jika pernyataan tersebut salah,
- Tes pilihan berganda, yaitu item-item dalam tes pilihan berganda (multiple choice) biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang dapat dijawab dengan memilih salah satu dari empat atau lima alternatif jawaban yang mengiringi tiap soal,
- Tes pencocokan (menjodohkan), disusun dalam dalam daftar yang masing-masing memuat kata, istilah, atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa dalam menjawab item-item soal ialah mencari pasangan yang selaras antara kalimat atau istilah yang ada pada daftar,
- Tes isian, biasanya berbentuk cerita atau karangan pendek, yang pada bagian-bagian yang memuat istilah atau nama tertentu dikosongkan. Siswa berpikir untuk menemukan kata-kata yang relevan dengan karangan tersebut,
- Tes pelengkapan (melengkapi), carapenyelesaiannya sama dengan tes isian. Perbedaannya terletak pada kalimat-kalimat yang digunakan sebagai instrumen.
- Bentuk Subjektif
Alat
evaluasi yang berbentuk subyektif adalah alat pengukur prestasi belajar
yang jawabannya tidak dinilai dengan skor atau angka yang pasti. Hal
ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh
siswa.instrumen evaluasi mengambil bentuk essay examination, yaitu soal ujian yang mengharuskan siswa menjaab setiap pertanyaan dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas.
Keunggulan tes esai adalah sebagai berikut:
- tes esai tidak hanya mampu mengungkapkan materi hasil jaaban siswa tetapi juga cara atau jalan yang ditempuh untuk memperoleh jawaban tersebut,
- tes esai mendorong siswaberpikir kreatif, kritis, bebas, mandiri, tetapi tanpa melupakan tanggung jawab.
- Penilaian Hasil Belajar
Penilaian belajar siswa bermakna bagi semua komponen pengajaran, terutama bagi siswa, guru dan sekolah (Arikunto, 1987:5-7).
- Makna bagi siswa
Diadakannya
evaluasi, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana ia telah berhasil
mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa
dari pekerjaan menilai ada 2 kemungkinan, yaitu:
- Memuaskan
Siswa
memperoleh hasil yang memuaskan, dan hal itu menyenangkan, tentu
kepuasan itu ingin diperolehnya pada kesempatan lain waktu sehingga
siswa akan mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat,
agar lain kali mendapat hasil yang lebih baik lagi. Keadaan sebaliknya
dapat terjadi, yakni siswa sudah merasa puas dengan hasil yang
diperolehnya dan usahanya kurang gigih untuk lain kali.
- Tidak memuaskan
Siswa
tidak puas dengan hasil yang diperolehnya ia akan berusaha agar lain
kali keadaan itu tidak terulang lagi, yaitu belajar dengan lebih giat
lagi. Namun demikian, keadaan sebaliknya dapat terjadi, ada beberapa
siswa yang lemah kemauannya, akan menjadi putus asa dengan hasil yang
kurang memuaskan yang telah diterimanya.
- Makna bagi guru
Hasil
penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui siswa-siswa mana
yang sudah berhasil melanjutkan pelajarannya, karena siswa tersebut
telah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum
berhasil menguasai bahan. Petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan
perhatiannya kepada siswa yang belum berhasil. Apabila guru tahu akan
sebab-sebabnya, memberikan perhatian yang memusat dan memberikan
perlakuan yang lebih teliti sehingga keberhasilan selanjutnya dapat
diharapkan. Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah
tepat bagi siswa sehingga untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan
datang tidak perlu diadakan perubahan.
Guru
akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum,
jika sebagian besar dari siswa memperoleh angka jelek pada penilaian
yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan atau metode
yang kurang tepat. Apabila demikian halnya, maka guru harus mawas diri
dan mencoba mencari metode lain dalam mengajar.
- Makna bagi sekolah
Guru-guru
mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar
siswa-siswanya, dapat diketahui pula apakah kondisi belajar yang
diciptakan oleh sekolah sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum.
Karena hasil belajar mencerminkan kualitas suatu sekolah. Informasi dari
guru tentang dapat tidaknya kurikulum untuk sekolah itu dapat merupakan
bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang akan
datang. Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun,
dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, apakah yang dilakukan oleh
sekolah sudah memenuhi standar atau belum. Pemenuhan standar akan
terlihat dari bagusnya nilai-nilai yang diperoleh siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Afandi, I. 2006. KTSP dan Penguatan Otonomi Sekolah, (Online), (http//www.pikiran rakyat.com, diakses 28 Agustus 2006).
Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati, dan Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasan. 1991. Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ibrahim et all. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.
Ibrahim, R., dan Syaodih, N. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rohani, et all, 1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Slamento. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sodijono, A. 2005. Pengantar Statiska Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Syah, M. 2008. Psikolologi Belajar. Jakarta: Raja Grafido Persada.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Konsep, Landasan Teoritik Praktis dan Implementasinya. Jakarta : Prestasi Pustaka.
0 Comment for "Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together"